Hadist Rasulullah SAW :
“Perumpamaan kaum mukmin dalam sikap saling mencintai, mengasihi dan
menyayangi, seumpama tubuh, jika satu anggota tubuh sakit, maka anggota
tubuh yang lain akan susah tidur atau merasakan demam.” [HR. Muslim]
Itulah yang terjadi saat Aksi Damai 411 Bela Quran dan Bela Islam di Jakarta 4 Nopember 2016 banyak dokumentasi yang tersebar di sosmed dari para jamaah Aksi Damai 411, saksi dan pelaku Aksi Damai 411 dimana umat Islam saat Aksi Damai 411 saling menolong satu sama lain dan mengutamakan saudaranya. Tidak ada sekat, tidak saling mengenal, tidak mementingkan diri sendiri, tapi saling melindungi. Begitulah indahnya ahlaq seorang muslim dimana semua karena hanya Allah Ta'ala.
Berikut beberapa kesaksian / penuturan dan dokumentasi :
1. Catatan menarik dari kawan saya Fajar Shodiq di grup alumni "Dzunnuroin".*
Afwan, ini sekedar share pengalaman ana pribadi tentang ukhuwwah
islamiyyah kemarin sore, terlepas apakah teman2 dzun sepakat dengan aksi
kemarin.
Saya bingung memulainya, jadi ceritanya ga runut, seadanya...
Dari awal aksi selepas sholat juma'at, longmarch terasa berada di
pusaran kisah sejarah perjuangan pada masa awal-awal Islam. Massa tumpah
ruah di jalan, tapi jangan bayangkan aksi dorong-mendorong, yang ada
sikap saling melindungi satu sama lain. Perempuan diberikan jalan lebih
dahulu, ayah yang menggendong anaknya pun diperlakukan demikian.
Beberapa laskar menjaga persimpangan jalan yang berpotensi tabrakan
antar massa. Juga melindungi penjaja makanan kaki lima dari kepadatan
arus massa.
Jangan bayangkan haus dan lapar, di sepanjang jalan
berdiri relawan yang menawarkan minuman dan makanan. Bahkan sesama
peserta aksi saling menawarkan minum dan makan, saling mengenalkan diri
dan daerah asalnya.
Masuk waktu ashar, lautan massa mulai
memenuhi area sholat yg disediakan. Antrian toilet, antrian wudhu, semua
sangat teratur. Ingat lho, jumlah massa sudah ratusan ribu bahkan juta
orang, bisa tertib dan teratur.
Suplai makanan dan minuman tidak
berhenti. Relawan begitu bersemangat menyediakan logistik untuk peserta
aksi selepas sholat ashar. Hanya saja, ketika konsentrasi massa sudah
berkumpul di depan istana, suplai logistik terhambat karena tidak ada
lagi jalan untuk distribusi. Massa begitu padat namun tertib duduk atau
berdiri mendengarkan orasi dari mobil komando. Dengan begitu, peserta
aksi hanya memiliki persediaan air atau makanan yang hanya ada ditangan
mereka sendiri.
Justru dalam keterbatasan persediaan air itulah
saya melihat bagaimana seorang muslim memperlakukan saudaranya yang
lain. Bagi yang memiliki persediaan air, selalu berusaha menawarkan ke
orang-orang sekitarnya sebelum dia minum. Itupun tidak mudah menawarkan,
karena yang ditawarkan hanya mengangguk lalu menolak dengan halus agar
pemilik air menawarkan airnya ke orang lain dulu.
Memasuki waktu
maghrib, beberapa peserta aksi mulai haus sementara jalan keluar untuk
mencari air sudah tidak bisa lagi. Kebetulan saya memiliki dua botol air
mineral. Saya mencoba menawarkan kembali, alhamdulillah beberapa orang
mau meminum. Apa yang terjadi ? Peserta hanya minum satu atau dua
tenggak saja sehingga beberapa orang hanya menghabiskan setengah botol
saja.
Memasuki waktu Isya, polisi mulai menembakan gas air mata
ke tengah massa. Banyak peserta yang matanya perih, termasuk saya,
bahkan ada yang muntah. Saya mencoba menyiram air ke mata saya sendiri.
Lalu mengoleskan odol ke mata agar menetralisir efek gas air mata.
“Air...air...air…” banyak peserta yang berteriak meminta pertolongan.
Beberapa orang yang masih memiliki sisa persediaan air berlomba berikan
pertolongan. Dengan sekuat tenaga saya mencoba menggunakan sisa air di
tas untuk menolong. Tahu apa yang terjadi? Satu setengah botol air saya
bisa menolong banyak orang, karena peserta yang terkena efek gas air
mata hanya menggunakan air sedikit mungkin untuk dirinya, lalu
memberikan ke peserta aksi yang lain. Yang mual hanya minum satu teguk,
lalu memberikan ke orang lain.
Bahkan ada peserta yang memiliki
persediaan air membasahi sorbannya agar bisa lebih banyak menolong
dengan cara mengelap mata korban dengan sorban yang basah tadi.
Bukan hanya itu, ketika hujan gas air mata semakin banyak dan mata makin
perih, dan ketika odol sudah habis, banyak peserta aksi yang sudah
mengoleskan odol di sekitar matanya, tiba-tiba mengelap odol dari
wajahnya agar bisa dioleskan ke wajah orang lain.
Demi Allah,
saya menyaksikan betapa kaum muslimin saling melindungi saudaranya dari
hujan gas air mata. Beberapa lelaki membuat lingkaran kecil untuk
menjadi tameng bagi peserta aksi perempuan.
Beberapa orang
kemudian berlari mengejar peluru gas air mata yang datang,
menginjak-injaknya agar tidak mengeluarkan gas lebih banyak. Tidak hanya
itu, jika dari udara terlihat gas air mata yang akan jatuh ke massa,
para peserta aksi saling menarik saudaranya agar terhindar, bukan
berlari menyelamatkan diri sendiri padahal dalam kondisi yang gawat.
Persediaan air habis, beberapa orang mencoba mengais botol-botol kosong
yang berserakan di jalan sambil berharap siapa tahu masih ada setes air
yang bisa digunakan untuk menetralisir gas di mata atau mual di mulut.
Saya tidak kuat lagi menceritakan cerita-cerita mengagumkan
selanjutnya. Karena masih banyak cerita yang lahir, bahkan hingga aksi
dipindahkan ke gedung DPR dan bubar di waktu shubuh.
Saya jadi
teringat pelajaran di sekolah tentang kisah heroik muslimin dalam
peperangan di awal-awal sejarah Islam. Dimana di suatu peperangan,
ketika ada prajurit terluka yang sedang ditolong dengan diberikan air,
prajurit itu meminta agar air diberikan ke prajurit lain yang lebih
membutuhkan. Ketika air ingin diberikan ke prajurit kedua, sang prajurit
pun meminta agar air diberikan ke prajurit yang lebih sekarat, hingga
akhirnya para prajurit itu satu per satu meninggal demi mengutamakan
saudaranya yang lain. Dalam aksi ini tidak ada sekat, tidak saling mengenal, tidak mementingkan diri sendiri, tapi saling melindungi.
Alhamdulillah saya mendapatkan pengalaman betapa murninya persaudaraan
dalam aksi 4 Nov kemarin. Allah menyatukan hati kami semua.
Sekali lagi saya minta maaf jika sebagian teman-teman Dzunnuroin
menganggap aksi ini tidak patut, tetapi beberapa kali saya ikut aksi
sejak mahasiswa dulu, buat saya ini aksi “people power” yang bener-bener
murni “rasanya”, hanya Allah yang memberikan “rasa” itu sehingga para
peserta aksi menghayati “rasa” yang menggetarkan kalbu untuk berkumpul
dan membela kalam-Nya (sekali lagi, walaupun teman-teman Dzun belum
tentu sepakat ini penistaan).
Coba tanya para aktivis
berpengalaman, apakah mudah mengumpulkan “people power” yang sukarela,
dari segala penjuru nusantara, dengan biaya sendiri, dalam waktu singat,
bahkan menyiapkan kain kafan, hanya karena durasi video penistaan yang
beberapa detik saja?
Hanya Allah yang menggerakan ini, tidak ada issue yang lebih menggema kecuali membela Alquran.
2. Kisah dr.Yogi Prawira yang beliau tulisakan di akun facebooknya yang menyatakan : " Di bandara, hati saya berdesir, melihat
banyak rombongan berpakaian putih-putih baru tiba, tanpa ada yang
mengkoordinir. Saat saya dan ortu hendak naik mobil. Ada seorang bapak
setengah baya yang kebingungan, tertinggal dari rombongannya. "Saya baru
tiba dari Makassar, ini mau cari damri untuk ke Istiqlal", ujar si
bapak dengan logat yang kental. Spontan kami menawarkan tumpangan di
mobil kami. Sedikit berdesakan, tapi ada perasaan hangat menyelinap di
dada. Ukhuwah ini, Islamic brotherhood, kita adalah bersaudara... "
3. Seorang Bapak penjual tahu kupat menggratiskan jualannya untuk para jamaah Aksi Damai 411
4. Beberapa foto dokumentasi dari para jamaah Aksi Damai 411
Dan pasti masih banyak kisah Islamic brotherhood yang terjadi saat Aksi Damai 411 #BelaQuran #BelaIslam pada tanggal 4 Nopember 2016 di Jakarta yang bisa menajdikan hikmah dan ibrah bagi yang hadir saat Aksi Damai 411 dan bagi yang tidak hadir. Dan begitulah indahnya akhlak seorang Muslim.
#AksiDamaiUmatIslam
#AksiBelaIslam
#4NovemberBersejarah
0 Komentar
BerKomentarlah yang sopan dan bijak