Malam sudah larut. Namun Hermalina, wanita paruh baya itu masih asyik
menyetrika baju koko dan sorban putih yang akan digunakan suaminya,
Syachrie Oemar Yunan (65). Pagi-pagi sekali ia akan berangkat mengikuti
aksi damai Bela Islam menuntut keadilan bersama jutaan kaum muslimin
lainnya di depan Istana negara.
Masih ingat dalam benak ibu tujuh anak ini, beberapa hari ini,
suaminya nampak sangat berbeda dibanding hari-hari sebelumnya. “Bapak
sangat semangat sekali, sampai mengajak tetangga-tetangga untuk
berjihad. Beliau menyebut aksi tanggal 4 November sebagai jihad,” kenang
Hermalina kepada anggota Jurnalis Islam Bersatu (JITU), Sabtu
(5/11/2016) di kediamannya di bilangan Binong Kabupaten Tangerang.
Malam itu, ditatapnya lamat-lamat wajah suaminya yang tak lagi muda,
sedang pulas tertidur setelah ba’da isya berkeliling kampung mengajak
warga untuk ikut membela Islam Jumat ini. Herlina tak kan pernah
menyangka, malam itu akan menjadi malam terakhir bersama sang belahan
jiwa.
“Saya benar-benar nggak pernah menyangka. Mungkin karena beliau
benar-benar sudah ikhlas ingin berjihad, tidak ada pesan khusus apapun”
kenang Hermalina. Namun, tetangga-tetangga yang didatangi Syahrie
menyampaikan keanehan pada Syachrie. “Wajah bapak nampak cerah dan
bercahaya malam itu,” kata Hermalina mengenang.
Syachrie Oemar Yunan, dikenal kerabat dan tetangga dengan panggilan
karib Pak Oye. Beliau merupakan tokoh sepuh di RW 07 Binong Permai
Kabupaten Tanggerang yang sangat perhatian pada umat apalagi ketika al
Quran dinista.
Memang, pernah terjadi diskusi antara sejoli ini, mengapa Syachri
yang sudah sepuh, berusia lebih dari kepala 6 harus capek-capek ikut
aksi damai. “Kita ini membela al Qur’an dari si penista, jangan takut
mati untuk membela kebenaran,” nasihat Syachrie bergebu-gebu kepada
Hermalina yang terus terngiang-ngiang.
"Jangan takut mati untuk membela kebenaran"
Pesan Jihad Pak Oye
Maka, pagi itu Syachrie Oemar berangkat sebagi seorang mujahid. “Beliau berkali-kali menyebut aksi damai itu adalah jihad membela al Qur’an,” kata Dede Winata, kerabat dekat Syachrie yang juga warga Tangerang. Beberapa malam sebelum keberangkatan, di rumah Dede berkumpul para sesepuh yang akan melaksanakan aksi.
Maka, pagi itu Syachrie Oemar berangkat sebagi seorang mujahid. “Beliau berkali-kali menyebut aksi damai itu adalah jihad membela al Qur’an,” kata Dede Winata, kerabat dekat Syachrie yang juga warga Tangerang. Beberapa malam sebelum keberangkatan, di rumah Dede berkumpul para sesepuh yang akan melaksanakan aksi.
“Saya masih ingat kata-kata beliau yang begitu menyentuh,” kenang
Dede. Kata-kata yang menurut Dede begitu membekas di hadapan para
hadirin. Inilah kata-kata Syachrie yang kelak terwujud.
“Jika ada 1.000 orang mujahid berjihad di jalan Allah, maka salah satunya adalah saya. Jika ada 100 orang mujahid berjihad di jalan Allah, maka salah satunya adalah saya. Jika ada 10 orang mujahid berjihad di jalan Allah, maka salah satunya adalah saya. Jika hanya tersisa seorang yang berjihad, maka seorang itu adalah saya.”
Maka, pagi itu Syachrie Oemar Yunan berangkat sebagai seorang
pejuang.”Doakan saya mau berjuang,” kata Syachrie menatap sang belahan
jiwa setelah diam mematung cukup lama di depan pintu rumahnya. Itulah
ucapan terakhir Syachrie kepada Herlina.
Foto : Bupati Tangerang, H Zaki Iskandar (paling kanan) bersama istri almarhum M. Syachrie alias Pak Oye, Hermalina (kedua dari kanan). |
Bersambung Kisah Pak Oye 2
0 Komentar
BerKomentarlah yang sopan dan bijak